Fenomena alam berupa cincin matahari terjadi di Solo dan sekitarnya, Selasa (4/10). Sontak kemunculan fenomena yang biasa disebut Halo Matahari itu, mengundang perhatian warga untuk menontonnya.
Tak ayal, fenomena alam itu mengundang rasa penasaran warga. Tidak hanya yang sedang beraktivitas di luar, tetapi juga yang sedang bekerja di dalam ruangan. Warga menyempatkan diri sesaat mendongak ke arah langit. Bahkan, tidak sedikit pula yang kemudian mengabadikannya meski hanya menggunakan kamera telepon seluler.
Menurut Pengasuh Club Astronomi Santri Assalam, AR Sugeng Riyadi, kejadian Halo Matahari bukan sesuatu yang aneh. Namun lebih pada fenomena alam biasa. Hal itu terjadi karena saat kebetulan kondisi cuaca cerah, ada kristal es cyrus di sekitar lapisan langit troposfer. "Sudah biasa terjadi. Memang sebelumnya itu di Solo itu terjadi. Halo matahari itu lebih pada fenomena alam seperti gerhana," terang dia.
Lebih lanjut dia menjelaskan, toh jika dibilang istimewa, karena di Solo dalam kurun waktu sepuluh bulan ini hanya terjadi dua kali saja. Dan sebelumnya itu pun nampak biasa, yakni tidak sejelas dan sebesar seperti yang terjadi pada Selasa (4/10) tersebut. Dari pengamatannya, fenomena itu terjadi dari pukul 09.45 hingga matahari tepat diatas kepala yakni sekitar jam 12.30.
Sementara itu, Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ahmad Yani Semarang, Sukarno meminta warga Jawa Tengah (Jateng) pada khususnya, Kota Solo tidak panik. Apalagi mengait-ngaitkan dengan ramalan kejadian yang nanti akan terjadi. Dia menekankan, fenomena halo matahari adalah hal biasa. Memang dari pengamatan petugas BMKG, hanya di Kota Solo dan beberapa kota di sekelilingnya, seperti Boyolali, Salatiga, Sukorajo dan Sragen.Halo merupakan sebuah fenomena optikal berupa lingkaran cahaya menyerupai pelangi yang melingkari matahari. Lingkaran itu terjadi akibat refleksi dan refraksi cahaya matahari oleh kristal-kristal es yang terdapat di awan cirrus di atmosfer.
Sumber: Suara Merdeka, Okezone, Detik.com, Tribunnews, Solopos, Media Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar